Upaya mengumpulkan tulisan juga kenangan yang tadinya ditulis untuk kepentingan publikasi Kemenkoan Sosial Politik, Kabinet Baracita ITB 2020/2021 beberapa puisi, beberapa prosa, sisanya tidak tahu apa. Nyatanya Timpang Terciptanya kesejahteraan umum merupakan hakikat pembangunan nasional. Dan mewujudkannya, menjadi harga mutlak bagi seluruh elemen bangsa Indonesia. Namun, nyatanya kesejahteraan masih abadi dalam lamunan. Memerangi ketimpangan masih menjadi sebuah pikulan. Kini, Kebangkitan Nasional bertandang dan bertanya Sudahkah isu ketimpangan mengusik si nalar yang punya hati? (Dibuat saat meperingati hari Kebangkitan Nasional, Mei 2019) IMB dan Janji Manies Tahun 2017 silam, Anies Baswedan dengan status Calon Gubernur pernah mengeluarkan janji politik berupa penolakan Proyek Reklamasi. Setahun kemudian pada 2018, Anies mencabut semua izin dan menghentikan proyek pembangunan di Teluk Jakarta. Namun, janji Anies mengalihkan pulau reklamasi guna kepentingan publik dinilai bertentangan dengan penerbitan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang dilakukannya tahun 2019 ini. Bagaimana perkembangan polemik Proyek Reklamasi Teluk Jakarta? Simak infografis berikut! (Tulisan ini dibuat saat Anies tiba tiba menerbitkan IMB, Juni 2019) Perihal Adil Harus Andil Nampaknya, Keadilan bagi Novel Baswedan masih asing di gendang telinga, siapa jadi tak melankoli jika terkesan tidak ada yang peduli, tabir kebenaran belum terbuka, perihal adil selalu menyentil kita harus andil, bukankan menumpas kebenaran sebuah kewajiban, dan bukan pilihan? Apa kabar Novel Baswedan usai kasus penyiraman yang ditimpanya dua tahun silam? Dan bagaimana progres Tim Gabungan Pencari Fakta terhadap kasus ini? Simak infografis berikut! (Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan lagi tentang tindakan keji yang dilakuka kepada Novel Baswedan, Agustus 2019) Multikultural-is-me Isu mengenai Papua seharusnya bukan bahasan episodik dan mengabaikan pemahaman lebih. Jurang pengetahuan antar ras sering kali menciptakan konflik. Multikulturalisme adalah hal yang kompleks dan perlu mempertimbangkan berbagai bidang. Ketidakpastian instrumen hukum serta sifat represif pemerintah masih menghasilkan resolusi semu yang sejak dulu tak pernah mampu menciptakan stabilitas permanen. Jalan ke arah dialog, negosiasi, rekonsiliasi, dan praktik politik bersama yang lebih demokratis masih belum juga dilakukan. (Tulisan ini dibuat saat adanya tindakan diskriminatif yang terjadi di beberapa kota terhadap masyarakat Papua, selain itu sebagai pengingat bahwa bahasan tentang Papua seharusnya tidak hanya seputar diskriminasi, September 2019) Catatan Merah 2 September 2019 kemarin, Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK menyerahkan 10 nama kepada Presiden Joko Widodo, namun ironinya nama-nama yang lolos sebagai kandidat calon pimpinan KPK yang nantinya akan diserahkan kepada Komisi III DPR untuk menjalani fit and proper test memiliki catatan merah yang perlu diperhatikan. Malangnya, aktor politik justru menggelar karpet merah dan membiarkan mereka berlenggang dalam kontes pemilihan Calon ketua KPK ini. Proses seleksi yang diselenggarakan pun meragukan. Pemilihan Panitia Seleksi pun tak luput dari rekam jejak yang mencurigakan. Simak hasil kajian serta pernyataan sikap kami mengenai Capim KPK ini! (Tulisan ini dibuat dalam rangka mengiringi proses pemilihan calon pimpinan KPK, September 2019) Sebab Hidup Tidak Hanya Hari Ini Katanya, sawah harus dijaga agar tetap basah. Sementara mereka masih harus berjuang demi tanah Katanya, mentari demi mentari, harus menyemai benih Tapi, peraturan masih menindih nindih Dirawat penuh penuh kebesaran Dibalas dengan penindasan Sesungguhnya, hektar lahan masih menjadi hidangan mewah bagi pemerintah untuk disajikan makan siang bersama pemangsa Kepada para petani yang berbakti menjaga perut bangsa ini terisi—kami ucapkan, selamat hari tani! Semoga lahan tetap tertanami, Sebab hidup tidak hanya hari ini. (Tulisan ini dibuat dalam rangka merayakan Hari Tani, September 2019) Mengilhami Anti korupsi seringkali digaungkan oleh khalayak ramai, tapi kita agaknya lupa untuk mengilhami anti korupsi itu sendiri, dalam keseharian Tanpa kita sadar, beberapa tindakan tindakan kecil pun dapat membiasakan kita untuk memgambil dan merugikan hak orang lain. Tindakan seperti mencontek, titip absen, tidak membayar danus dan menggunakan uang kepanitiaan untuk kepentingan pribadi. bagaimana opini mahasiswa itb mengenai tindakan tindakan tersebut? (Tulisan ini dibuat dalam rangka mengisi voice over untuk memperingati Hari Anti Korupsi, Desember 2019) Visualisasi dibuat oleh tim Kemenkoan Sosial Politik
1 Comment
jika hidup adalah sebuah pilihan lantas bagaimana menjelaskan nasib mereka yang bernafas debu, berminum lumpur, beralaskan gurun cadas, berkawan pilu dan lara. bermesraan dengan ketidakberdayaan.
hingga akhirnya, bertahan hidup sampai nyawa tiada menjadi satu satunya pilihan? apakah pilihan tetap disebut pilihan jika ia tunggal? sebelum lantang bersuara #JusticeForAudrey
genangan tangis cukup memadai untuk refleksi diri jangan jangan dua belas manusia keji layaknya bayangan sendiri sebelum menyalahkan anak bangku sekolah jangan jangan yang perguruan tinggi juga sama nista jangan jangan tanpa sadar kita memiliki warna yang sama bersuara #JusticeforAudrey tapi menanam pemikiran ada pihak yang layak ditindas, entah mulai dari yang tak seagama, tak sepaham, tak sejalan juga tak serupa bersuara #JusticeforAudrey tapi memiliki niatan membantai 'kesalahan' bukan mengoreksi 'kesalahan' dalam suatu forum padahal semuanya sama sama berproses bersuara #JusticeforAudrey tapi menanam pemikiran bahwa ada yang layak menjadi si superior dan inferior dalam petak kehidupan pembelajaran padahal semuanya setara bersuara #JusticeforAudrey tapi gemar menghakimi tindakan si muda yang sebenernya bukan urusan kita sesepele; tidak disapa kemudian serta merta dihaikimi angkuh padahal menyapa duluan, bukan bentuk kriminal bersuara #JusticeforAudrey tapi merasa cukup tinggi untuk menrendahkan bersuara #JusticeforAudrey tapi pengemis hormat, merasa paling tahu dan punya hak penentu baik buruk bagi segalanya jangan jangan kita adalah petani yang ikut andil menanam benih yang kelak lupa menuai hasil kemudian menganulir diri dan hari depan masih membentur bentur masih ada Audrey Audrey lain yang dalam sunyi menahan ketakutan berlapis lapis atas ancaman tak terjemahkan karena si Petani tanpa sadar menebar racun melalui nyala api di pangkal lidahnya #JusticeForAllofYou //dua belas april bandung ayah, saya ingin bercerita.
ayah mengapa manusia begitu ahli menyombongkan diri padahal belum tentu masing masing dari kami saling berarti ayah saya muak memperhatikan bagaimana cara manusia menilai manusia lainnya saya jenuh dengan lingkungan sekitar yang saling menghujani caci bukan saling mengajari saya bosan dihakimi oleh selembar kertas dengan sederetan huruf terpatri sejujurnya saya lelah terus terusan melihat dunia dari perspektif mini ayah saya ingin hidup dimana semuanya saling mengajari bukan menghakimi saya ingin hidup dimana semuanya saling berkawan bukan merendahkan ayah saya ingin sesekali diajarkan tentang rendah hati arti menysyukuri berbargi arti bukan melulu tentang teori ayah saya ingin dibawa ke luar saya ingin sadar bahwa dunia besar dan realita bingar dan hidup bukan melulu memenuhi standar ayah apakah semua orang dewasa pandai memanipulasi dari mulai menjalani apa apa yang tak disukai oleh hati hingga beramahtamah padahal saling membenci ayah perlukan ayah mengajarkan saya lagi tentang rendah hati, agar saya tidak menjadi mereka yang lupa diri? karena, saya percaya bahwa manusia bisa menjadi lebih baik dalam rentang waktu yang tidak bisa saya, dan kita duga dan merendahkan seseorang karena merasa dirinya lebih baik akan selalu menjadi tindakan yang salah //sebelas november jakarta menuju bandung aku ingin mampir ke ambang jendelamu
menatapmu lekat-lekat memahamimu dalam-dalam mengaggumimu larut-larut. //dua puluh satu juni bandung she called him, her kafka on the shore
and he called her, his sputnik sweetheart orbiting each other but never getting closer with an aching kind of loneliness incapable of being in love live in hazy lines between the real and surreal. recently, as a girl, i often think that am i too loud? am i too sharp? am i speak up about stuffs too much? am i care too much about my surroundings? does my opinions matter? why cant i just stop and silence and smile and accepts. why am i always have the urge to speak up about this and that? why cant i be the quiet girl? is it bad or is it good? i dont know. it is frustates me. sometimes being a girl who speaks her mind made you labelled as a though, firm, sharp girl and they think you dont have the cheerful or soft side. a lot ofpeople stereotype you as if you're wild and bold entity. they seem to think because you’re outspoken, you don’t feel. what makes people think just because we, girls, obtain the confidence to vocalize our thoughts and ideas, we are bitter cold emptiness person anyway? it confused me. i contemplated so many times about this. as a girl you have to resolve a conflict with a strongly yet gracefully opinion. as a girl you have to speak sharp but not harsh. as a girl you have to do things but not too 'boys things'. as a girl, do i have to be afraid to speak my mind? am i wrong to fight for what i believe in? am i wrong to stand up and fight for what i think is right? is it wrong to carry your independent thought? is it wrong to verbally expressing your point of view? may i care about gender, literature, politics, environment issues? may i feel alive? sometimes, i hope i dont listening. i hope i don’t care to what i hear or see. i hope i dont pay attention. i hope i dont speak my mind that might cause disruption, create conflict or activate heated discussion. i hope i can be the agreeable kind of girl. but i cant, i cant be that kind of girl, i am deeply sorry, i dont know, i feel like im a girl who has always and forever possessed an opinion about what my eyes and ears observe. i cant wrap up my brain, i cant shut up my mouth, i dont familiar whith the idea of apathy. sometimes im trying so hard not to care about my surroundings, but i cant. apabila semuanya masih nyaman
berlindung dibalik kata-kata 'tidak semudah membalikan telapak tangan' maka, hal yang benar-benar bisa kita lakukan bersama adalah mengeluh dan membalikan telapak tangan -- in response to pemira //dua belas desember bandung opinimu seperti vinyl usang
yang berputar-putar namun kau biarkan terhenti ditengah lagu, tak pernah utuh dan usai — dari aku yang berharap kau memutar kembali vinyl-mu //dua belas desember bandung |