I'd never thought if i will write being a mentor is on my grateful list.
Dulu sempet kecewa karena sebenarnya menjadi mentor bukanlah pilihan pertama saya. Tapi, disini saya bukan untuk membela divisi, membandingkan perihal mana divisi yang paling lelah, divisi mana yang paling kuat dan sebagainya. Karena post ini bukan untuk menunjukan rasa lelah, kuat, ceria atau sigap. Tapi sebagai perwujudan rasa syukur. Hari ini saya benar-benar bersyukur menjadi seorang mentor. I swear to God, I'm literally blessed. I'm not romanticism this word for the sake of good caption but this is what I truly feel. Hari pertama sangat mengharukan bagi saya. Pertama kalinya bertemu anak-anak saya. Malem sebelumnya saya khawatir sekali bagaimana jika mereka diam saat FGD Realitas Bangsa? Saya sampai bertanya pd yudha bagaimana caranya bridging yang baik untuk memancing mereka bersuara. Tapi, kata Yudha pancing saja terus. Dan hari h pun tiba, Forum Grup Discussion dimulai. Awalnya saya pikir semua anak harus saya tunjuk agar mau bersuara. Tp apa yg terjadi, saat FGD dimulai, Sulthan yang berasal dari Surabaya langsung berani membuka dengan topik yang menurut saya cukup membuat kita tidak hanya melihat satu sisi tentang kasus Dolly. Ia bilang rehibilitasi yang diusulkan Bu Risma hanya berjalan di awal saja. Banyak eks-pelaku yang justru sekarang melakukannya secara diam-diam. Taman yang tadinya sebagai taman menimba skill pun tidak lagi berjalan sampai sekarang. Kemudian siapa sangka tanggapan tentang kasus itu mengalir terus. Kemudian kita semakin melihat banyak sekali persepsi, dan 'solusi' padahal sesi pemberian solusi belum dibuka. Lanjut ke isu kedua yang dibacakan, berasal dari Riau. Ia juga membawa berita tentang kelapa sawit. Yang tidak serta merta menyalahkan pemerintah tapi juga menggambarkan bagaimana keadaan warga disana. Dan yang terakhir from my favorite story by Rein. Saya gak pernah punya temen dari Papua dan saat itu, saya bersyukur saya punya. Rein cerita di Wamena guru sekolah masuk tiga hari tapi liburnya enam bulan. Menurut saya hal itu terlebih dari cukup menggambarkan betapa buruknya kondisi pendidikan disana. Dari antarkota juga harus menggunakan pesawat, oleh krn itu, semua barang menjadi lebih mahal. Tapi, Rein juga cerita pembangunan infrastruktur seperti jalan raya di Papua mulai di bangun saat era Jokowi. Dan yang paling mengharukan bagi saya adalah Rein hanya bisa pulang ke kampung halamannya dua tahun sekali karena ongkos sekali pulang mencapai lima juta sekali jalan. Gak bohong sebagai orang yang mudah sekali tersentuh, saya sangat terharu. Saya membayangkan diri saya, satu bulan jauh dari keluarga saja sudah ada hasrat ingin kembali pulang dan mereka akan selalu senang menyambut dan memfasilitasi kapanpun saya minta pulang. Sejak saat itu saya berjanji pada diri saya, saya harus tetep keep good contact with Rein. Saya mau dia harus terus semangat. Saya mau dia tidak pernah putus asa. Karena saya punya teman yang tergilas rasa semangatnya oleh rutinitas. Dan saya tahu bagaimana rasanya kehilangan semangat di tengah jalan. Dan saya gamau hal itu terjadi kepada sahabat sahabat saya dan orang-orang yang bermimpi besar seperti Rein. Dari aku yang mencoba memahami setiap detik dari tujuh puluh dua jam pengalaman baruku.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
May 2021
Categories |